Social Icons

06 Desember 2014

Kebangkitan “Orang-orang yang Amat Menyenangkan” Oleh : Madinatul M. (Didin)



Perpustakaan Umum terlihat ramai dengan kedatangan sekelompok orang-orang baru yang sebelumnya jarang terlihat. Hal ini mengindikasikan bahwa Perpustakaan Umum mulai bergeliat dalam hal cakupan menarik masyarakat untuk datang dan peduli dengan keberadaan perpustakaan ditengah-tengah masyarakat.
Ketika ditemui, sekelompok orang ini mengaku bahwa dirinya adalah peserta dari Pelatihan yang diadakan oleh Perpustakaan Umum, tepatnya Pelatihan Komputer dan Internet Dasar serta Pelatihan Strategi Pengembangan Perpustakaan yang diselenggarakan Perpustakaan Umum Pamekasan terhitung mulai tanggal 10 November sampai dengan 04 Desember 2014. Untuk diketahui, pelatihan ini merupakan bukti kontinuitas dari pelaksanaan Program PerpuSeru melalui Coca Cola Foundation Indonesia (CCFI) didukung oleh Bill and Malinda Gates Foundation yang bertujuan untuk menjadikan perpustakaan sebagai pusat belajar dan berkegiatan mayarakat berbasis teknologi informasi dan komunikasi, dengan harapan dapat memberi dampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan sasaran yaitu pemuda, perempuan dan wirausahawan khususnya disektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi.


Program PerpuSeru pada fase pertama sebelumnya telah membantu pengembangan Perpustakaan-Perpustakaan Daerah Kabupaten Pamekasan sejak November 2011, kini dalam fase kedua memperluas area binaan pada pengembangan Perpustakaan Desa yang sebelumnya telah dipilih secara khusus melalui berbagai jenis penilaian hingga akhirnya terpilihlah 5 Perpustakaan Desa yang menjadi mitra PerpuSeru dari 76 Perpustakaan Desa di 19 Perpustakaan Kabupaten dan di 12 Perpustakaan Propinsi. Lima (5) desa tersebut adalah Desa Artodung, Desa Bajang, Desa Bunder, Desa Pagendingan dan Desa Potoan Daya di Kabupaten Pamekasan.
Dalam program fase kedua ini, PerpuSeru menggandeng para Fasilitator yang direkrut melalui tim seleksi fasilitator dari Peacbromo yang bertugas untuk menjadi fasilitator bagi Perpustakaan Desa sekaligus mendampingi kegiatan pemanfaatan Perpustakaan Desa sebagai tindak lanjut dari Kegiatan Pelatihan, dan salah satu dari Fasilitator tersebut adalah penulis sendiri, yaitu Madina. Siapa dan mengapa harus Madina, berikut penjelasan singkatnya.
Saya adalah seorang introver. Itulah hal pribadi yang saja kaji sendiri dengan mempelajari ciri-ciri seorang introver diberbagai literatur. Dan sehubungan dengan pekerjaan baru yang diamanahkan ALLAH terhadap saya kali ini melalui Perpuseru dan Peacbromo, saya pun harus acapkali belajar perlahan melalui gaya dan perilaku rekan dan sahabat fasilitator di Bali pada saat pelatihan di bulan Oktober yang lalu. Pasalnya pekerjaan baru ini, tidak hanya membutuhkan manusia yang hebat dalam mengolah kata dan menorehkan semuanya diatas kertas seperti hal yang menjadi dasar hobi pribadi saya. Namun, setelah melalui pelatihan dan outbound, saya sadar bahwa saya harus merubah sedikit gaya dengan belajar menjadi seorang ekstrover. Itu tuntutan pekerjaan baru sekaligus tuntutan “gaya dunia baru” yang diyakini publik dimiliki oleh para ekstrover.

Dikutip dari sebuah buku berjudul “Quite” karya Susan Cain, seorang psikolog kepribadian David Winter mengemukakan bahwa para introver dan ekstrover berbeda pada tingkat rangsangan luar yang mereka butuhkan untuk berfungsi dengan baik. Seorang introver merasa ‘baik saja’ dengan sedikit rangsangan, seperti saat mereka dengan tenang menyeruput teh dengan seorang sahabat, menyelesaikan teka-teki silang, atau membaca buku. Sedangkan seorang ekstrover menikmati kegembiraan ekstra dari aktivitas seperti bertemu dengan orang baru atau menyetel musik dengan keras. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran saya tuk melakukan tugas pekerjaan baru ini sebagai tantangan bagi kepribadian dan dunia baru yang akan saya hadapi tanpa mengubah sepenuhnya karakter pribadi sebelumnya. Harapan saya adalah semuanya bisa berjalan beriringan, bersinggungan namun tidak memotong. Apalagi yang akan saya temui nanti adalah masyarakat desa yang luas dan kaya akan karakter yang harus dipelajari satu persatu kebutuhannya.
Tepatnya pada tanggal 24 s/d 27 November 2014 kami melaksanakan pelatihan tahap pertama yaitu Pelatihan Komputer dan Internet Dasar dan sekaligus dalam tahap ini, saya pun memulai aksi perdana saya sebagai seorang fasilitator yang baru pertama kali mendampingi peserta pelatihan seperti ini. Pelatihan yang diikuti oleh yang saya sebut sebagai orang-orang desa yang hebat. Saat menyampaikan materi pun rasa gugup dan demam panggung pasti terjadi, dan memang terjadi. Namun hal tersebut hanya terjadi di hari pertama dan kedua, selebihnya keajaiban pun terjadi. Aksi pertama saya adalah mendekati para kaum wanita yang biasanya suka ngobrol pada saat coffee break maupun ishoma. Didalam obrolan para kaum wanita inilah, kepribadian ini ditempa. Bertanya, menjawab, merespon, tertawa, heran dan sebagainya harus dilakukan demi diterima menjadi teman obrolan yang baik sekaligus untuk melakukan pendekatan secara emosional. Sejenak merasa menjadi lebih baik dan nyaman dari sebelumnya.
Selanjutnya hal menarik dalam pelatihan Strategi Pengembangn Perpustakaan yang digelar pada tanggal 01 s/d 04 Desember 2014 adalah sesi “Role Play” (bermain peran) yang kami sajikan sebagai latihan adegan langsung dalam sesi Promosi. Sebelum melakukan Role Play, kami para Fasilitator menjelaskan terlebih dahulu definisi konsep dari hal tersebut. Setelah peserta memahaminya, kami membagi peserta menjadi 3 kelompok dan kemudian diberi waktu 15 menit untuk melakukan diskusi persiapan Role Play dalam rangka mempromosikan sebuah produk barang/jasa. Promosi paling heboh diantara semua kelompok adalah promosi yang dilakukan oleh kelompok Desa Pagendingan dengan produk yang diberi nama “minuman obat kuat pria cap “HAJAR MUSLIMAT”. Dari membaca brand minuman tersebut, kami semua sudah dibuat teringkal-pingkal, ditambah lagi dengan aksi promosi yang tak kalah lucu dan kocak. Adegannya dimulai dengan promosi produk minuman obat tersebut disertai komposisi, kegunaan/manfaat, harga, dll. Kemudian dilanjutkan dengan testimoni yang diawali dengan adegan sepasang suami istri yang tengah mengalami ‘kegalauan seksual’. Setelah tertarik dengan promosi minuman obat tersebut, akhirnya pasangan tersebut mengkonsumsi minuman obat tersebut, dan akhirnya keluarga menjadi lebih harmonis. Respon peserta lainnya pun sangat beragam, dari memegang perut karena tertawanya tak mau berhenti, sampai ada yang menangis karena saking lucunya dan bahkan ada yang bolak balik ke kamar mandi hanya karena tidak kuat menahan tawa.
Keajaiban momentum lainnya yang saya anggap sebagai kejutan adalah figur seorang Ibu Hera yaitu salah satu peserta pelatihan dari Desa Artodung Kecamatan Galis. Melalui berbagai pendekatan, Ibu ini akhirnya bersedia bercerita tentang dirinya yang tengah berusia 43 tahun dan tidak merasa malu bila berkata “saya memang tidak tahu komputer, tapi saya ingin belajar, tolong telaten dalam mengajari saya nanti”. Itulah kata yang menggedor-gedor batin saya. Ternyata usia kepala empat bukanlah sebuah halangan. Berangkat dari latar belakang keluarga seorang petani, dengan rumah yang sederhana dan 1 orang anak, Ibu ini sangat terlihat berbeda dengan saya. Ibu Hera mengungkapkan bahwa beliau tidak ingin ketinggalan zaman, dan selalu ingin belajar lebih. “Melalui pelatihan yang diadakan di Perpustakaan Daerah ini, saya merasa sudah saatnya saya bangkit dari hanya menjadi seorang Ibu Rumah Tangga yang setiap hari menyiapkan makanan untuk suami dan saudara yang pergi ke sawah menjadi seorang Ibu Rumah Tangga yang ingin punya nilai lebih sebagai seorang wanita yang tidak hanya mangan, macak, dan manak”, ungkapnya.
Hal inilah yang saya sebut sebagai kebangkitan dari orang-orang yang amat menyenangkan. Sosok Ibu Hera yang polos dan lugu, memberi gambaran terhadap saya bahwa beliau adalah seorang ekstrover yang rendah hati. Disetiap sesi penggalian gagasan oleh para fasilitator, Ibu ini tidak pernah ragu mengacungkan jari telunjuknya untuk mengungkapkan apapun yang ada dalam pemikirannya, walau akhirnya kadang gagasannya ditertawakan oleh rekan lainnya karena bagi rekan lainnya, gagasan tersebut terlalu dangkal. Namun saya melihat sebuah pemikiran yang sederhana dari Ibu Hera ini. Tidak semua hal bisa dijawab dengan jawaban yang sangat mendalam, bahkan hal yang sederhana dan penuh kejujuran pun mampu membuka kesadaran yang benar-benar hakiki. Bagi saya, sosok Ibu Hera yang ekstrover adalah fasilitator bagi kepribadian saya yang introver. Hal inilah yang menyenangkan bagi saya, karena saya menemukan sisi terang dari sebuah kepribadian baru yang belum pernah saya alami. Seolah-olah melatih otak kanan dan kiri bekerja bersama-sama. Akhirnya saya pun mulai mengadopsi keberanian “gaya ekstover” ala Ibu Hera ini terhadap diri saya sendiri di depan para peserta, dan Alhamdulillah mulai ada perubahan walau sangat terlalu hati-hati saya melakukannya.
Sangat menyenangkan rasanya, bangkit bersama. Para peserta pelatihan pun semakin dekat dengan saya baik disaat pelatihan maupun saat pelatihan telah usai, dan saya pun mulai lincah mendekati mereka dengan komunikasi yang baik. Seperti halnya disaat saya memberanikan diri bertamu kerumah Ibu Hera di Desa Artodung. Entah berapa kali saya dipeluknya, dan saya sempatkan untuk berfoto bersama (lihat foto disamping). Saya sendiri pun sebagai seorang fasilitator mulai berbenah diri, menghadapi berbagai arakter masyarakat desa. Perlahan dengan mempelajari kapan gaya ekstrover diperlukan dan kapan saya harus menjadi diri sendiri kembali. Kebangkitan ini menjadi momen sejarah lam hidup saya, dan semoga Dengan pelatihan ini, saya merasa bahwa inilah tempaan arater diri bagi “kekuatan introvert didalam dunia yang tidak bisa berhenti bicara”. Titik simpul yang saya pahami adalah bahwa semua manusia memiliki beragam kepribadian yang sangat unik, tinggal bagaimana kita melakukannya dan kapan serta dimana kita berada dan berperilaku. “Do what you love, and love what you do”. Dan inilah kesenangan yang sebenarnya, saya merasa berubah dari orang yang kaku menjadi orang yang mulai menyenangkan. “ Pertemuan dua kepribadian itu seperti kontak antara dua zat kimia yang berbeda; jika muncul sebuah reaksi, keduanya berubah ” – Carl Jung-. Sempat saya bertanya kepada ALLAH “why me... ?”, dan inilah salah satu jawabannya. Salaam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates